Rabu, 04 Maret 2009

…. Maka Semua Akan Menjadi Kekasihmu

Kau menggunakan search engine untuk mencari ilmu ikhlas. Kau lebih berpikiran praktis untuk mendapatkan sebuah informasi dengan cepat, ketimbang tanya sana-sini atau hunting ustadz ke pesantren-pesantren. Menurutmu itu kelamaan meskipun kau mengakui bahwa informasi yang kau dapat dari ahlinya pasti lebih ngelotok dan terfokus. Kau hanya menginginkan informasi segera saat ini sebab hati dan tubuhmu sudah tak kuat lagi, ingin tahu apakah ilmu ikhlas memang mampu mengobati sakit perasaan macam yang kau rasakan itu. Barangkali kau, juga orang lain yang penasaran dengan ilmu ikhlas, terinspirasi dari kisah rekaan tentang anak band yang jatuh bangun mencari dan memenuhi syarat dari pak haji demi mendapatkan restu mempersunting putrinya, mulai belajar shalat hingga belajar ilmu ikhlas itu. Bahkan ketika kau mengeksekusi kata kunci ilmu ikhlas di kotak search engine, hasil pencarian memunculkan banyak sekali nama Fandy, tokoh anak band dalam cerita rekaan itu. Jangan-jangan dia jadi lebih terkenal daripada ilmu ikhlas itu sendiri. Kau memilah dan menyalin beberapa artikel yang tidak berkaitan dengan kisah anak band itu, kemudian menyimpannya di flashdisk,lalu membayar akses internetmu. Pulang.

Kau tak asing dengan kata ikhlas. Sejak usiamu kanak-kanak kau telah diajari oleh orang tuamu bagaimana membagi jajan dengan kawanmu, ketika remaja kau dengan sendirinya telah mengambil tindakan membantu seorang ibu tua menyeberang jalan, di beberapa kesempatan kau juga menyisihkan uang sakumu untuk memberi pengemis di lampu merah. Semua kejadian itu lalu kau lupakan. Kau memiliki semboyan sendiri tentang ikhlas yang kedengarannya seperti kata-kata dalam sebuah iklan; berikan dan lupakan. Tapi kali ini, ketika kau telah memberikan dan dituntut untuk melupakan, rasanya demikian berbeda. Kau tak pernah hujan airmata setelah memberikan recehmu pada pengemis, tak pernah menghujat dunia ini tak adil ketika jajan bagianmu lebih kecil daripada yang diterima adikmu. Kali ini, ya, kali ini, kau mengalami yang tak pernah kau alami itu. Keberatanmu untuk ikhlas kali ini bukanlah terhadap apa yang sudah kau berikan, tetapi terhadap apa yang sangat kau inginkan, kau usahakan namun tak kau dapatkan juga meski berpeluh-peluh sudah tubuhmu dan berurai-urai airmatamu. Kau sangat menginginkannya tetapi garis hidupmu berkata lain.

Di rumah, kau membuka data dari internet tadi. Kepalamu sesungguhnya sangat sakit sebab migrain yang selalu menyerang bagian kepala yang sama; kanan. Tetapi sakit kepala itu tertindih kesakitan lain dari dalam tubuhmu. Yang tak terperikan dan tak ada obat medis yang mampu menyembuhkannya.

Layar word terbuka di depanmu.

…. Salah satu ilmu yang paling sulit dikuasai manusia di muka bumi ini adalah ilmu ikhlas. Ilmu ini banyak diserukan oleh orang, namun tidak semua mampu menguasai secara penuh.

…. Mereka memang gampang bilang ikhlas, yang pontang-panting yang ngejalanin.
Kecongkakan dan kepongahan membuat kita kadang lupa bahwa masih ada yang mengatur kita sesuai jalur yang ada. … bahwa dibalik semua yang terjadi akan ada hikmah yang mungkin akan kita ketahui kelak di kemudian hari. … bahwa kalau kita tidak bisa mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, maka Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik.
…. Kesulitan mempelajari ikhlas adalah karena demikian simpel dan sederhananya sehingga pikiran kita malah sulit mencerna. Selain itu, ikhlas memang aktivitas yang berhubungan dengan hati sehingga untuk memahaminya kita harus menutup pikiran, dan mulai berlatih menggunakan hati. Intinya mengalokasikan kesadaran dari otak ke dalam hati.

Kau menarik nafas panjang. Teringat percakapan sms dengan seseorang entah berapa minggu yang lalu.

Knp skt? Coz km g ikhlas.

Emg gampang ngikhlasin kmu?

Mengapa perpisahan harus selalu terjadi, meskipun kita tak menghendakinya dan tak pernah terlintas sama sekali di dalam pikiran? Perpisahan yang enak katanya tidak menyisakan perasaan sakit atau tekanan-tekanan atau keberatan-keberatan tertentu. Kau tak mengalaminya. Kau malah merasakan seolah nyawamu diambil paksa saat kau belum ingin mati (perumpamaan yang aneh, apa ada orang yang menginginkan mati?). Tapi seperti itulah. Seperti Izrail yang tak mau diajak bernego lagi soal waktu pencabutan nyawa, perpisahan pun begitulah. Harus terjadi jika saatnya memang telah tiba. Tak peduli kau menangis gero-gero atau berlutut memohon. Dan itu jugalah yang terjadi. Kau harus melepaskan sesuatu atau seseorang dalam perpisahan itu. Kau melepaskan sesuatu sekaligus seseorang dalam perpisahan itu. Kau melepaskannya. Tapi kau tidak mengikhlaskannya. Orang lain akan melihatmu biasa saja tetapi di dalam tubuhmu terjadi pertarungan antara ikhlas dan ego. Pertarungan yang sangat perang!

Knp kmu g mau mempertahankan ak, pdhl km bisa kan?

Ak bukan perusak tatanan. Biar semua tetap bgtu.

Kisahmu ini sebenarnya sangat klise. Semacam picisan Gibran tentang seorang lelaki yang ditinggal menikah oleh kekasihnya, atau tentang perempuan yang meninggalkan kekasihnya untuk menikah dengan orang lain (apa bedanya?). Perpisahan - yang sok ikhlas - tersebab begitu, dalam bahasa yang puitis, kau katakan; mereka telah membunuh dirinya sendiri di hari pernikahan itu. Dan, dalam kisahmu, seseorang yang tak kau ikhlaskan itu adalah seorang berhati baik. Kau tahu ia merasakan sama sakit sepertimu tetapi ia tak sepertimu yang mengumbar rasa sakit kemana-mana, ke telinga orang-orang yang sudah muak mendengar bahkan ke dunia maya. Dia menyimpan perasaannya sendiri seperti seorang nyonya kaya pelit mengunci perhiasan di dalam kotak. Berlapis-lapis gembok ia buat bahkan udara pun sulit keluar masuk. Kau hanya diperbolehkan tahu bahwa ia mencintaimu. Kau pernah bertanya cinta macam apa yang mampu melepaskan yang dicintai begitu saja, dengan kepasrahan penuh. Dia menjawab; ‘Cara pandang kita terhadap cinta barangkali berbeda. Cinta itu tidak menyakiti’. Kau berpikir mungkin kau memang egois. Maka timbangan ikhlasmu terlihat seperti papan jungkat-jungkit yang kelebihan beban di satu sisi; itulah egomu. Sebab ikhlas dan ego berbanding terbalik.

Apakah km sebenarnya ikhlas melepaskan aku?

Gak. Tapi aku berusaha. Dan aku gak akan berhenti bermimpi. N tetap punya harapan coz harapan yg membuat org tetap bsemangat.

Ajari aku.

Hanya kmu sendiri yg tau caranya.

How?

Back 2 hti nurani. Slama ni kita dibutakan sesuatu yg kita blg cinta. Tp pernah gak kita berpikir bhw kita mgkin sdg dikuasai nafsu?

Tp knp demikian mengikat?

Karena memang begitulah sifat nafsu.

….
menjadi ikhlas itu adalah proses. Kita harus melatihnya dalam setiap bagian kehidupan. Ini karena ikhlas tidak mudah dilakukan.

…keikhlasan dimulai dari hati.

Kau tercenung di depan layar komputermu. Artikel-artikel itu sudah kau baca semua. Kau telah mendapatkan semua informasi yang kau mau. Tapi di dalam hatimu masih saja terjadi perang. Egomu masih lebih kuat, seperti kebanyakan manusia lain. Kau membutuhkan sesuatu yang lebih besar, mungkin semacam shock theraphy. Kau terlalu mencintai dia. Kekasih yang kau lepaskan itu. Kekasih yang padanya kau biarkan pertama kali kulitmu disentuh, hatimu disentuh. Orang-orang barangkali bertanya kenapa kalian berpisah. Kau hanya menggeleng. Biarlah tak terungkap pada orang lain, biar tak dibicarakan sebab sudah cukup sakit mengetahuinya sendiri. Kau dan kekasihmu memang harus berpisah, dalam keadaan saling mencintai pada puncak cinta itu, dalam situasi segalanya terasa begitu indah. Ikhlas atau tidak ikhlas.

Kau membunuh komputermu. Ilmu ikhlas itu tak semudah ngoprek hardware atau menulis program komputer. Ilmu ikhlas pun tak lantas dapat kau kuasai meskipun kau baca semua artikel yang dihasilkan search engine. Belajar ilmu ikhlas itu berarti mereset ulang pikiran, hati dan cara pandangmu. Bagaimana tidak? Kau minimal musti melakukan beberapa hal ini: bersyukur, mengubah pola pikir, menyadari bahwa semua adalah titipan Tuhan lalu membesarkan hatimu sendiri. Sesungguhnya kau beruntung karena kekasihmu yang kau lepaskan itu adalah orang baik yang mengajakmu berpikir positif dan mencari ilmu ikhlas. Perpisahan kalian memang menorehkan rasa sakit yang amat sangat. Tak saling memiliki namun cinta dan nafsu yang ada diantara kalian telah demikian besar. Telah tak terbendung sehingga perasaan-perasaan itu seolah hendak mengalahkan kuasa Tuhan. Tetapi kalian perencana. Hanya perencana. Sungguh.

Ap kamu sekarang bahagia?

Gak. Tp ak yakin suatu hari bs bahagia. Km juga hrs yakin bs lewati ini semua.

Saat kau menuntaskan pelajaran teori ikhlas, beberapa kilometer jauhnya darimu seseorang pun sedang merasakan sakit yang ditanggungnya sendiri, tak ia katakan pada siapapun kecuali padamu, pada waktu-waktu tertentu. Ia mencintaimu seperti kau mencintainya. Ia peduli padamu dengan cara yang tak perlu kau tahu. Ia memilih jalan Tuhan ketimbang jalan para iblis yang tak ikhlas, menuntut dan mendendam. Dialah sebenar-benar pecinta sebab mampu melepaskanmu yang tidak menjadi haknya, dengan penuh, dengan rasa sakit yang dirasakannya sendiri. Kau musti tegaskan hati dan memahami jalannya, perlahan sebab kemampuan kalian mengatasi kejadian ini tak pernah sama.

Kau menghela nafas panjang. Barangkali sia-sia saja mencari ilmu ikhlas itu dengan search engine, ataupun jika kau menemui ustadz-ustadz, sebab ilmu ikhlas itu telah ada di dalam dirimu sendiri. Kau hanya perlu mengaktifkan tombolnya atau membiarkannya tetap dalam keadaan tak aktif. Kekasihmu telah lebih dulu menyadari bahwa ilmu ikhlas itu ternyata sangat dekat dalam tubuhnya sendiri, mempelajarinya pun tak perlu bergantung pada orang lain.

Kau menelungkupkan kepala di atas meja dan terlelap di sana. Kau sangat lelah dengan kejadian-kejadian ini. Menguras peluh dan airmatamu dan kadangkala menyabotase akal sehatmu pula. Kau sangat lelah. Ingin jatuh ke dalam mimpi. Ingin menggenggam tangan kekasihmu; ‘Ajari aku semalaikat engkau…


(NB: Dua hari yang lalu kau membaca lagi Quantum Ikhlas yang mulai berdebu di rak buku, untuk membuka rahasia keikhlasan. Semalam kau memandangi novel-novel El-Shirazy, barangkali kau akan membacanya lagi untuk kali yang kedua, hari ini. )

Cukupkan dirimu dengan ridha Allah. Bila Dia menjadi kekasihmu, maka semua akan menjadi kekasihmu.

*

road to ikhlas, March, 1, 2009