Senin, 08 Oktober 2007

Daging Akar, Eksistensi Gus tf



DAGING AKAR
Gus tf
Penerbit Buku Kompas, 2005
70 hal




Belakangan ini saya sering susah tidur, mungkin sebab bulan puasa, siklus tidur jadi tidak seperti biasanya. Kadang-kadang bahkan tidak tertidur sampai dinihari saat makan sahur. Seperti malam tadi, rasa kantuk tidak juga datang pada saya. Jadilah saya melakukan kebiasaan lama; bongkar-bongkar koleksi buku, siapa tahu ada yang enak dibaca-baca ulang.

Pilihan saya jatuh pada -lagi-lagi- buku kumpulan puisi. Kali ini milik Gus tf dengan Daging Akar-nya. Sebenarnya saya pribadi susah memahami puisi-puisi rentang 1996-2000 ini, sempat juga terpikir bagaimana mungkin menulis reviewnya? Mengalir saja ya, saya malah terkenang senja hari berhujan pertama kali saya membuka buku ini. Saat itu di panggung rendah satu setengah meteran di depan saya Happy Salma tengah menceritakan tentang buku kumpulan cerpennya yang berjudul Pulang. Bagai angin di telinga saya sebab saya hanyut sendiri berinteraksi dengan Daging Akar (maaf yach mbak Happy, bukannya ngga menghargai :D). Teman yang duduk di sebelah saya sempat pula sesaat terlupakan... hehehehe...

Gus tf - untuk prosa, penulis Payakumbuh ini memakai nama Gus tf Sakai - membagi Daging Akar menjadi bagian pertama bertajuk Daging dan bagian kedua, Akar, masing-masing dengan 19 buah puisi di dalamnya.

Mengapa beliau memilih menggunakan Daging? Saya tak pernah paham, seperti masih juga tak pahamnya saya dengan pilihan Akar-nya. Puisi-puisi yang saya temukan di sini sangat 'manusia', sangat 'alam' dan sangat 'hidup'. Seolah mengajak pembacanya berpikir dan merenungi tentang eksistensi dirinya, makna hidupnya. Jadi serasa filsuf banget dech. Untuk saya yang termasuk awam dalam hal begini, terasa agak susah mencerna ide-ide yang ditawarkan dalam puisinya. Puisi pertama pada bagian pertama, pencarian eksistensi itu, sudah cukup membuat saya ?*! (pusing, ikut berputar-putar dalam tanya :D). Penggalan sajak berjudul Daging ini : Tentang tiada? "Aku manusia! Diriku lahir/karena ada. Siapa Anda? Takkan aku bertanya/kalau di mataku Anda tiada. Takkan aku bertanya kalau gugus/galaksi gelap saja. Tak kan aku berpikir kalau semuanya/sia-sia. Siapa Anda?". Nah lo.

Pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi juga tergambar dalam puisi Ibu dan Anak: "Bu, dari mana kita? Mengapa kita ada?"/"Entah. Dari tanah. Tidurlah!". Dalam puisi Si Gila, pertanyaan itu malah muncul dari mulut seorang gila yang tak penting: seorang lelaki turun dari taman kota/Dari pintu pagar,/ia berteriak, "Tidakkah mengherankan bahwa kita hidup?"

Tapi setidaknya ada beberapa puisi yang cukup mudah saya pahami. Mengangkat makna-makna, kata dan pemikiran bijak yang jika dipikirkan memang benar adanya. Peniup Suling mengajak kita keluar dari waktu, menembus ruang, melampaui dunia materi, suling yang ditiup pada zaman berbeda akan terdengar di zaman yang lain pula : Kau meniup suling - entah kapan/dan di mana, tapi aku mendengarnya. Mungkin seseorang membawa/sejarah, dan ia tak hidup di zaman kita. Makna yang sangat terasa ketika membaca Gagak Putih : Jangan terlalu percaya pada mata. Mungkin materi/yang membentuk realitas ini cuma gelombang suara, atau dalam Penafsir : Menafsir? Sungguh lucu. Bagi kami/sejak lama, yang penting justru mengubahnya.

Dalam kumpulan Akar, ada beberapa pengungkapan, pemikiran tentang hakikat diri dan selintas rasa putus asa, juga keasingan manusia dengan sekitarnya - menurut penafsiran saya pribadi sih-. Sajak, 2 : Satu kalimat dalam diriku: Selalu mencoba/ungkapkan diri, tak sampai-sampai/tak sampai-sampai kepadamu. Malin : dalam diriku/Malin terkapar digempur nafsu. Negara Waktu: kau pun lalu berkata, "Hanya ketika waktu tak ada,/kau boleh bilang keabadian engkau yang punya.". Usia : dan aku meronta, mengerang dari dada. Secabik serat/melenguh; mengiris ruang dalam diriku. O,bagaimana/mungkin, masa depan menyurut, mengekal masa lalu?

Uufs.

Gus tf piawai sekali menggunakan pilihan kata seperti langit, angkasa, galaksi, bintang, DNA, molekul, bakery, kosmik-radiasi, atom, zaman dan susi (sampai sekarang saya masih juga ngga tahu apa sih yang dimaksud Gus tf dengan susi?). Kalau ada yang tahu, kasih tahu saya donk :D. Penulis ini juga bermain kata yang sedikit beraroma science, agak fisika-fisika sedikit, begitulah. Alam dan manusia jelas masuk dalam daftar pilihan katanya. Tapi untuk kepiawaiannya menulis puisi yang bermakna dalam, bukan sekedar kata-kata indah, saya angkat topi beneran deh. Salut! Sebuah yang sangat saya suka, puisinya yang berjudul Penglihatan, yang saya nukilkan lengkapnya di akhir review ini.

So, buat yang suka puisi, buku ini pasti menambah wawasan perpuisian, buat yang suka mikir agak-agak filsuf sedikit, buku ini juga mampu menampung pikiran-pikiran anda. Jadi, ngga ada ruginya membaca Daging Akar besutan Gus tf ini. Good luck, and selamat membaca.


Inside the book:

Penglihatan

Telaga ini, bila kau berkesempatan merenanginya,
konon kata mereka, kita akan punya penglihatan yang sama,
sehingga apapun yang kau kata,aku juga bakal menyaksikannya

Samudera ini, bila kau berkesempatan menyelaminya
konon kata mereka, kita akan saksikan bening-jernih semesta,
karena dasarnya, sungguh aneh, lebih terang daripada permukaannya

Payakumbuh, 1999

(hal 42)

Kamis, 04 Oktober 2007

Beribu Rindu Pada Ma_Belle

Beribu Rindu Kekasihku
Abdul Wachid BS
Amorbook 2004, 98 hal.
(no pic available)


Abdul Wachid B.S. tatkala baca sajak di Taman Ismail Marzuki, Jakarta,November 1996. Atas undangan Panitia Festival November.





Review buku kumpulan puisi ini persembahan khusus untuk Ma_Belle AKA Cy_Irish AKA Gerry Mirinda (saking banyaknya punya nama maya.. hehhe), seorang gadis manis yang penampakan luarnya sama sekali tidak 'nyastra' tapi ternyata suka baca dan nulis puisi. Puisi-puisinya juga lumayan ada soul-nya. Kelihatannya sih penyair wanna be nich anak... :D

Abdul Wachid BS. Nama ini yang sering dia sebut-sebut dan ada salah satu puisi karya penyair ini yang diupload di blognya. Kali ini, untuk Ma_Belle, dengan Beribu Rindu Kekasihku (no pic available sayangnya...), Abdul Wachid BS mengemas cinta dalam dua bagian.

Bagian I : SMS Harap-harap Cemas, sajak-sajaknya mewakili hati seseorang yang sedang berjauhan dengan kekasihnya dan segala cinta, kecemasan dan kerinduannya diungkapkan lewat sms. Tetapi meski ber-sms, kadangkala kecemasan malah menjadi-jadi. Teknologi telepon genggam tidak mampu menyelesaikan masalah kerinduan dan cinta yang menggebu dalam keterpisahan. Segala cinta, kerinduan dan cemas itu dapat dibaca dalam SMS Pucat Kapas, SMS Harap-harap Cemas, dalam SMS Tak Terkirim: Kurasa kau sedingin es/Suaramu via HP, di balasan SMS/Wujud tanpa bentuk/Tapi kenapa aku begitu takluk?, dalam SMS Rindu: Kekasih,/rindu padamu/Sungguh membuatku/Gila!

Bagian II diberi judul Kangen Tak Terbilang. Kisah-kisah tentang kangenlah. Kangen yang tak hanya sebab keberjarakan tetapi rasa rindu yang timbul karena perasaan cinta seperti tergambar dalam sajak Meski: Meski, Kekasih/Jarak kau aku hanya dalam hati/Kenapa peleburan cinta sulit sekali?. Ada sebuah puisi dalam bagian kedua yang sangat saya suka, judulnya Yang: Kutulis duri-duri dari hari/Yang terbaca malah nyanyi/Kubaca-baca alir air nurani/Yang terdengar jerit merindui. Perasaan kangennya sampai banget gak sih?

Sajak-sajak dalam buku ini 'cinta' banget. Ya namanya juga kumpulan puisi cinta dink. Gaya berpuisinya menurut saya seperti gaya puisi zaman dulu yang mengikuti pola bait dengan rima. Pertama kali membaca puisi-puisi dalam buku ini, saya merasa aneh sebab sudah jarang saya menemukan gaya seperti ini. Tapi juga jadi terasa unik sebab sang penyair memasukkan kata-kata gaul seperti 'banget','ML','Idiih','misscall' ke dalam bait-bait puisi yang bernuansa zaman dulu itu. Jadi rasanya seperti mengawinkan dua species yang berbeda.. heeheheh.... Uniklah pokoknya.

Hmm..saya kadang mengulang membaca Beribu Rindu Kekasihku jika sedang mencari pencerahan, sedang merasa kalut, merasa rindu mungkin. Eh, tapi saya memang selalu menyempatkan membaca puisi kalau sedang bete, sedang susah melepaskan sesuatu dari pikiran, biasanya puisi dapat merefresh mood saya, syukur-syukur dapat inspirasi baru :D

Untuk Ma_Belle, nih reviewnya, kalau mau pinjam bukunya boleh kok. Semoga saja bisa membantu menyembuhkan 'luka-luka'mu... hheehehhe


Inside the book:

Cakrawala

Berapa jarak impian dan kenyataan?
Bisa sejauh langit
Bisa setipis kulit
Ah, kau bilang ingin di antara

Seperti si pemabuk Qois atau Romeo
Berjalan di dalam mimpi
Tertidur di dalam jaga
Maka tajam jalanan tak terasa

Seperti para wanita di kota Zulaikha
Mengiris-iris buah tangan
Meluka-luka tangan sendiri
Ah, kubilang kau aku di antara

2003

(hal 22)