Senin, 14 Januari 2008

My Sacrifice 2

CINTA TAK MELINTAS DI JALAN INI

;Girra Martinda, Wikankara, Bim Yuda


Sepagi ini aku melihat orangorang berpayung
di jalanjalan dalam kota
mereka melompati genangan sesekali sumpahserapah
sebab terciprat kendaraan lintas

aku menyaksikan dari pinggir jalan
berlindung pada boks telepon umum bekas
dari sudutsudut jalan mereka datang
semakin banyak, seperti eksodus
ada yang berpayung sendirian, ada yang bergandengan
ada juga yang menggigil menembus hujan

Orangorang itu hendak kemana?
Bocah kecil dalam dekapan ibunya bertanya

Aku menajamkan telinga
Sebab aku juga ingin tahu kemana mereka mau pergi
Sepagi ini, tak biasanya
Di tengah hujan begini deras pula

Suara jawaban si ibu bergesekan dengan angin
Yang bertiup tibatiba menyeret sebagian hujan
Menampar wajahku
Aku makin merapatkan tubuh pada dinding bau karat
Tibatiba seseorang menempel pamflet di boks telepon umum bekas
Tempatku meringkuk seperti kelinci di lubang



Bocah kecil dan ibunya berjalan menjauh
Payungnya melengkung menahan deras hujan

Sepagi ini aku melihat orangorang
Keluar dari setiap gang, dari setiap pintu yang terbuka
Melompati genangan dengan sesekali sumpah serapah
Sebab terciprat kendaraan lintas
Mereka akan melewati semua jalan untuk mencari cinta

Aku menyaksikan saja dari pinggir jalan
Dulu cinta sering melintas di sepanjang jalan ini
Tapi sudah lama aku tak melihatnya lagi


Di antara sisa-sisa, 3 Desember 2008

Sabtu, 05 Januari 2008

Cinta Sudah Mati

Cinta Sudah Mati

; mata hati

Semalam aku melihat bayangbayang
Kerumunan mata hati di langitlangit mimpiku
berbincang tentang kelicikan
Cinta yang terjebak dalam muslihat
Jurang nafsu membentang jauh memalung dalam
Mencecerkan kesejatian di lumpur
Patah dua

Semalam aku hendak bergabung
Dalam kerumunan mata hati yang duduk melingkar
Menyaksikan cinta hancurlebur
Kehilangan keindahannya yang agung
Sebab angkaangka telah menguasai hati
Dalam pertimbangan untung dan rugi

Aku melihat segalanya jelas pagi ini
Cinta yang mempertahankan maknamakna
Yang menyentuh sisi jiwa dengan kelembutannya
Yang tak berambisi
Habis terlanggar keinginan tak bermatahati
Cinta telah menjelma kemasan atas racunracun
Menyusup halus ke dalam nadi

Aku melihat segalanya utuh pagi ini

Duhai mata hati yang berkumpul dalam mimpiku
Mari selesaikan menulis cinta yang koyakmoyak tersuruk di lumpur
Aku bersamamu mengikis cinta yang tak murni
Habis, lepas dan jangan kembali sebelum sejati
Jangan, sebelum cinta mampu membuat dirinya kembali
kupercaya



Aku Tidak Menulis Sajak Cinta

Sebab cinta telah mati
Aku melihatnya pagi ini
Terbenam di bak mandi

rumahhati, 1 Januari 2008



Aku Tidak Menulis Sajak Cinta 2

Kau tanya kenapa
Lihat pisau cukur di tanganmu
Baru saja mengiris lehernya

Malah kau jilati darahnya seperti lelehan cokelat.

rumahhati, 1 Januari 2008



Kejadian

aku terjebak di labirin perasaanmu
saat lampu padam dan tak ada bulan
aku meraba dan menerka dalam gelap
sampai akhirnya jatuh di lorong buntu

sendirian

Kau tergelak di ujung labirin

Fuck!

My Sacrifice

Pemakaman Senja Pantai 2


; sudut ruang dan waktu yang salah

Setiap senja, lanskap pantai ini tetap begini
Sampansampan nelayan menantang surut matahari
ditinggalkan pemiliknya
Sisa amis yang melekat di sampan dihamburkan angin
sampai ke deretan bangunan di pinggir pantai
yang berdiri remang seolah menyimpan rahasia
merambat diseret angin makin ke utara
melintas ladangladang, hinggap di bebunga melon

Hingga sampai ke jajaran anthurium muka rumahmu

Hampir setiap senja,aroma yang hinggap di jajaran anthurium itu
menjarum ingatanku
Kata orang, ingatan memang tajam seperti jarum
Aku hanya tahu,pantai ini selalu menebar amis ikanikan mati
bangkai ikanikan kecil setengah terkubur di pasirpasir
yang sungguh heran tak pernah kita keluhkan
padahal sudah seribu petang kita baca dan kita salin
ke dalam lembaran buku harian ungu

Hingga lembaran terakhir yang kita tikaikan, hari ini

Seorang kawan menunggu, apa akhir yang akan dicatat
dalam lembar terakhir itu; petang yang berangin
ombak pasang menghanyutkan rumahrumahan pasir
Sampansampan amsal patung seperti biasanya
amis yang khas, perasaan yang mengeras batu, egoisme, kekalutan

Atau biarkan saja ia kosong?

Kata orang, kekosongan bisa diisi apa saja
Kekosongan adalah sebentuk ruang tenang tempat berlindung
dari keriuhan pikiran
tempat menyamakan kemauan tubuh dengan kebijakan hati
Tempat memberangus pemberontakan yang tersulut
mendinginkan angan yang terlanjur terbakar
kekosongan yang mungkin sanggup membelokkan cinta dari selasar yang salah
(kekosongan yang setengah mati aku usahakan!)

Tapi kau mau menuliskan versimu sendiri dalam buku harian ungu kita, kan?

Seorang kawan bertanya; mengapa mesti menyalin petang yang sama
pantai yang sama angan yang sama hasrat yang sama luka yang sama
ke dalam dua akhir yang berbeda?
Jika segala rasanya sama mengapa dipaksa berbeda?
Jika pucuk dedaun anthurium itu samasama menusuk, mengapa bersikeras
menanamnya di dalam hati?

Tidak semua pertanyaan akan terjawab, kataku
Maka suatu senja yang lain, kuperlihatkan lanskap pantai ini padanya
Amis yang sama tetap bercerita, rumahrumah semi permanen
dalam keremangan juga berbincang.
Ladangladang, bebunga melon
Kubiarkan ia mengikuti angin membawa aroma ikanikan mati

Sampai juga pada jajaran anthurium muka rumahmu

Masingmasing yang dilintasi angin membacakan versinya sendirisendiri
beberapa mengerti dan beberapa tak mengerti mengapa kita bertikai
untuk satu lembaran ungu yang tersisa
Padahal sejatinya kesamaan itu penuh, luka itu menggores sama dalam
Kawan itu menegaskan pula; bahasa mata adalah kejujuran yang terpancar
dari lubuk terdalam hati
Jangan pernah berbohong, sebab akan terlihat sangat jelas dalam pancaran mata
Katanya ia membaca badai yang sama di palung mata kita

Jangan berbohong, jangan memunafiki diri, jangan mengingkari pancaran mata

Hampir setiap senja, aku membelokkan arus ingatan pada halhal menyenangkan
Jauh ke utara, meninggalkan selatan yang badai
meninggalkan lembaran terakhir buku harian ungu kita
kuserahkan utuh biar petang di pantai ini menuruti jemarimu menyalinnya
mengemas kenanganmu sendiri, versimu sendiri

Aku menyerah

Aku menyerah membacai sampansampan yang masih tetap akan di sana
sampai tahuntahun mendatang
mungkin aroma amis ikanikan pun tetap akan terbawa angin
terseret terus semakin jauh ke utara, ribuan kali melintasi ladangladang
hinggap di bebunga melon

Sampai ke jajaran anthurium muka rumahmu, yang lelah menyaksi
pertikaian hati

Kata orang, ingatan adalah penyimpan rasa sakit
Aku hanya tahu, tak ada yang mampu mengelak dari ingatan
Tapi aku tidak menulis puisi nelangsa walaupun pertanyaan tetap bergaung
Semudah itu menyalin sebuah senja terakhir berakhir
di pantai tempat kita pernah mimpi membangun rumah kecil
di tepiannya?

Cinta tak hidup sebatas usia percintaan
Ia bertahan melintas generasi, menyaksikan
Kelak dermaga dibangun di pantai ini menggusur rumahrumah
Aspal mungkin melenyapkan ladangladang
Bangunanbangunan megah didirikan
Aroma tajam ikanikan mati tak lagi terhirup, sampansampan itu enyah
Meniupkan aroma kehidupan baru tanpa namaku pernah tertulis
Dalam kenanganmu

Kuserahkan padamu catatan pada buku harian ungu itu
Kukembalikan padamu sisa mimpi yang tak sempat jadi kenyataan

Hampir setiap senja, aku masih juga bertengkar dengan ingatan
Entah kapan, makam kecilku akan sunyi dengan nisan tegak di atasnya

makam hati setengah selesai, akhir tahun 2007

Iseng-iseng

Satu mingguan yang lalu, kalo gak salah ingat sih, suatu sore, iseng-iseng, sambil menunggu waktu gladi resik untuk pementasan Indonesia Dalam Sepotong Sajak, gurat tangan saya dibaca oleh seorang teman. Teman ini kebetulan berprofesi sebagai tabib (juga penyair? :D), ah, yang jelas beliau bisa membaca gurat tangan, gitu deh.

Sebenarnya saya buka tipe orang yang percaya dengan hal-hal begituan, ramalan-ramalan, zodiak dn semacamnya just for fun aja, gak percaya-percaya banget lah. Tapi hasil pembacaan gurat tangan sore itu cukup mencengangkan juga, saya akui. Kata beliau ni saya termasuk orang ngeyelan alias keras kepala, semua yang saya inginkan diusahaain harus bisa tercapai. Katanya saya juga gak gampang sakit tapi sekalinya sakit satu minggu bisa aja gak keluar-keluar...hehehhe... Soal keuangan, saya (katanya lagi nih) termasuk beruntung sebab saya gak pernah kehabisan uang (horee...), selalu saja ada uang datang dari sumber yang tidak terduga (hehehe.. dikasih paman, bibi, pakde, bude, nemu di jalan...mmm...dipinjemin temen termasuk juga gak ya?). Wah, saya langsung berdoa semoga yang bagus-bagus begitu bertahan sampai saya jadi nenek-nenek. Tapi katanya akan ada tiga kebutuhan besar deket-dekat ini, meskipun satu kebutuhan diantaranya masih dapat ditunda (jadi deg-degan juga :P). Jeleknya saya termasuk boros juga. Duh, hari gini gak boros? Susaahh....

Peruntungan. Nah ini. Beliau menyarankan agar saya sering ikutan kuis di radio atau tivi sebab kecenderungan saya untuk menang termasuk besar meskipun cuma dapat souvenir doank. Sayangnya saya jarang ikutan yang begituan apalagi zaman sekarang hampir semua kuis via sms, jadi berat di pulsa juga ( mendingan buat sms temen sekalian jalin silaturrahmi (halah..)

Tentang asmara. Gurat yang dibaca adalah gurat di telapak tangan yang dimulai dari pertengahan telunjuk-jari tengah sampai di bawah kelingking. gurat-gurat yang membentuk cabang dari gurat utama katanya adalah jumlah mantan pacar saya (huaa.. ternyata guratnya banyak!). Ada satu gurat cabang yang menutup seperti bulir padi, artinya dari sekian banyak satu itulah yang jadi the best one, selalu terkenang oleh saya (hmm...). Ada satu cabang yang keluar dari gurat utama, mencar, istilah gampangnya, itu bermakna ada satu mantan pacar saya yang sudah menikah. Yap, yang ini benar seratus persen.

Yang cukup mencengangkan saya, beliau bilang saya sedang memikirkan sesuatu terlalu dalam akhir-akhir ini, sebuah masalah yang berusaha saya atasi sendiri. Ini juga benar seratus persen. Saya spontan tanya darimana beliau bisa tahu. Beliau menerangkan dan menunjukkan sesuatu pada telapak tangan saya yang tampak samar tapi terlihat jelas jika benar-benar diamati. Beliau juga menyarankan agar saya berbagi alias curhat dengan seseorang yang saya percaya, dan jangan pernah sendirian sebab akan berpengaruh terhadap kesehatan terutama kepala (dan ternyata saya memang sering mengalami sakit kepala di saat-saat tidak terduga. Kata orang, terlalu sering menangis juga memicu sakit kepala ya?)

Oke deh. Tulisan ini cuma fun aja, biar gak tertekan menghadapi hidup yang kadang-kadang gak mau tahu keinginan kita.

Akhirnya, hidup itu memang indah tergantung dari mana kita memandangnya. Sepedih apapun yang disodorkan hidup pada kita, kitalah yang memilih untuk membiarkan kepedihan itu menguasai kita atau kita akan membuatnya indah dengan cara pandang kita.

Satu hal, saya jatuh cinta pada musik yang mengiringi pementasan puisi kami malam harinya. Padhang mBulan, menikmati musik kalian sungguh membantu menenangkan jiwa yang tengah berbadai begitu hebat. Terima kasih, buat Landung, terimakasih link-nya meskipun belum sempat link balik, tapi pasti suatu saat.... :D

Thank you...