SEORANG LELAKI DAN GITAR
bagaimana suara denting itu kemudian disebut nada?
aku mendengarkan. teringat peristiwa
dan suarasuara yang terekam jauh di bawah sadar
tentang masa kecil, ruangan bercat biru
dan Wind of Change
maka ketika aku berkenalan dengan denting gitarmu
di tubuh malam penat dan ringkik stasiun
terlempar. seperti kulit jeruk dari jendela kereta api
aku merangkak mencari kenanganku
dawaimu menggeletar ingatan. masa kecil
bagaimana suara denting itu kemudian disebut nada?
seperti cambuk yang dilecutkan tepat di pusat otak kanan
yang sedang purapura sibuk merasakan sesuatu
terjaga. setiap kenangan tak pernah benarbenar hilang
engkau telah memilih memetik gitarmu
kemudian melempar jauh
jatuh dalam perigi masa kecilku
bagaimana suara denting itu kemudian disebut nada?
kau dan aku tak ada yang pernah benarbenar tahu
MALAM DI PUSAT KOTA KECIL KITA
kau akan mencibir ; di mana letak pusat kota kecil kita?
gerumbul perdu selalu menyusutkan malam
hingga tak pernah demikian panjang
seperti sebuah pementasan karakter
adegan cepat mengalir. kadangkala tak tertangkap oleh pikiran
lalu kita masingmasing mencari sudut yang masih menyalakan lampu
tak berkeluh sebab peristiwa seharian belum lagi selesai terangkum
dalam puisipuisi janggal tentang kehidupan
yang membangun perbincangan antara kau dan aku
di pusat kota kecil kita-entah dimana- malam hari
aku bersinggungan dengan medan magnet kehidupanmu
dari sudut yang masih ada kerlip. barangkali lampu merah jalan
segerombol orang berbincang. gemeretak kerupuk kulit dan desis
kepedasan. kelontang gelas
aku di lintasan yang sama. pada malammalam lain
mencoba mengulur waktu. sebelum tiba fajar
Rabu, 18 Juni 2008
Minggu, 08 Juni 2008
Untuk Mereka
KOTA
kota. puisi kedua hari ini kutitipkan
pada cahaya.
gemintang tak padam
dalam jingkat langkah mungil
kerjap sudutsudut matanya
kota. puisi kedua hari ini
sisipkan pada celah lembab bibirnya
sudutmu paling lekuk
biar dibacakannya pada malam perayaan
atas cinta. bercecer di aspal
para malaikat turun
memungut air mata
kota. di kelokan itu kemudian ia akan menghilang
setelah menyihir puisiku
menjadi bayang
lesap
seperti para malaikat itu
pada cahaya.
gemintang tak padam
dalam jingkat langkah mungil
kerjap sudutsudut matanya
kota. puisi kedua hari ini
sisipkan pada celah lembab bibirnya
sudutmu paling lekuk
biar dibacakannya pada malam perayaan
atas cinta. bercecer di aspal
para malaikat turun
memungut air mata
kota. di kelokan itu kemudian ia akan menghilang
setelah menyihir puisiku
menjadi bayang
lesap
seperti para malaikat itu
SUNGAI
sentakkan, sebab sajakku sendat di mata pancingmu
kehidupan menungguku, kawan
ada gerombol ikanikan di pertemuan arus
riak rencana ke perairan dalam yang kelam riuh
planktonplankton.
aku di sini, kabarmu pada malamku
mata pancingmu tersangkut di perairan dalam itu
duhai, puisiku menjadi rakus pada umpan
berebut mencicip kehidupan kalah
di ujung mata pancing
tapi sentakkan, kehidupan masih menungguku
gerombol ikanikan di pertemuan arus
riak rencana baru. kemana mata pancingmu
takkan singgah
sentakkan, sebab sajakku sendat di mata pancingmu
kehidupan menungguku, kawan
ada gerombol ikanikan di pertemuan arus
riak rencana ke perairan dalam yang kelam riuh
planktonplankton.
aku di sini, kabarmu pada malamku
mata pancingmu tersangkut di perairan dalam itu
duhai, puisiku menjadi rakus pada umpan
berebut mencicip kehidupan kalah
di ujung mata pancing
tapi sentakkan, kehidupan masih menungguku
gerombol ikanikan di pertemuan arus
riak rencana baru. kemana mata pancingmu
takkan singgah
GUNUNG
kadang penat. menafsir mata
rangkuman sepersekian detik lalu
curam jalan. pohon kayu putih membiusi
kita masih mendaki di sekian puluh kilometer
mencecerkan peluh
jika kau ajak aku bincang sepanjang jalan
tentang cinta. maka berseberang kita menafsir
kau mulai mengeluh tentang penat
tapi kataku; itu hanya sepersekian penat
yang disodorkan cinta
cinta seperti curam jalan. seperti wangi kayu putih
menguras peluh dan memabukkan. sampai hilang
pertimbangan kemana jika tiba di persimpangan
kugamit lenganmu. bukan kuajari
kita bersisian saja mengukur jalan
membacakan tafsiran masingmasing
tentang cinta yang kau keluhkan, kali ini.
kadang penat. menafsir mata
rangkuman sepersekian detik lalu
curam jalan. pohon kayu putih membiusi
kita masih mendaki di sekian puluh kilometer
mencecerkan peluh
jika kau ajak aku bincang sepanjang jalan
tentang cinta. maka berseberang kita menafsir
kau mulai mengeluh tentang penat
tapi kataku; itu hanya sepersekian penat
yang disodorkan cinta
cinta seperti curam jalan. seperti wangi kayu putih
menguras peluh dan memabukkan. sampai hilang
pertimbangan kemana jika tiba di persimpangan
kugamit lenganmu. bukan kuajari
kita bersisian saja mengukur jalan
membacakan tafsiran masingmasing
tentang cinta yang kau keluhkan, kali ini.
PESISIR
sajak yang tak selesai
putus di garis usia
pertanda telah sampai pada ujung
pengembaraan atas karangkarang mati. malam hari
adalah kabar perahu kertas
sobekan buku harian. saat mencekik kepenatan
berlarilari dalam labirin
perahu kertas tanpa bobot
diperebutkan gelombang dan angin
kemana, tanyamu
; menunggu. sisasisa perahu kertas
kembali ke pesisir. seperti telah dimengerti
sajak yang tak selesai
akan menyelesaikan dirinya sendiri
BUMI
apa yang mungkin dan tak mungkin
kau gumpalkan menjadi bola salju
sejumput musim belahan dunia. satusatu
dalam sebuah bingkai
kau bawa padaku
katamu, bumi adalah tempat semua bertumbuh
saling mengisi. seperti kenangankenangan antara
pecahan yang sungguh lengkap
sajak yang tak selesai
putus di garis usia
pertanda telah sampai pada ujung
pengembaraan atas karangkarang mati. malam hari
adalah kabar perahu kertas
sobekan buku harian. saat mencekik kepenatan
berlarilari dalam labirin
perahu kertas tanpa bobot
diperebutkan gelombang dan angin
kemana, tanyamu
; menunggu. sisasisa perahu kertas
kembali ke pesisir. seperti telah dimengerti
sajak yang tak selesai
akan menyelesaikan dirinya sendiri
BUMI
apa yang mungkin dan tak mungkin
kau gumpalkan menjadi bola salju
sejumput musim belahan dunia. satusatu
dalam sebuah bingkai
kau bawa padaku
katamu, bumi adalah tempat semua bertumbuh
saling mengisi. seperti kenangankenangan antara
pecahan yang sungguh lengkap
Langganan:
Postingan (Atom)