KOTA
+A.jpg)
kota. puisi kedua hari ini kutitipkan
pada cahaya.
gemintang tak padam
dalam jingkat langkah mungil
kerjap sudutsudut matanya
kota. puisi kedua hari ini
sisipkan pada celah lembab bibirnya
sudutmu paling lekuk
biar dibacakannya pada malam perayaan
atas cinta. bercecer di aspal
para malaikat turun
memungut air mata
kota. di kelokan itu kemudian ia akan menghilang
setelah menyihir puisiku
menjadi bayang
lesap
seperti para malaikat itu
pada cahaya.
gemintang tak padam
dalam jingkat langkah mungil
kerjap sudutsudut matanya
kota. puisi kedua hari ini
sisipkan pada celah lembab bibirnya
sudutmu paling lekuk
biar dibacakannya pada malam perayaan
atas cinta. bercecer di aspal
para malaikat turun
memungut air mata
kota. di kelokan itu kemudian ia akan menghilang
setelah menyihir puisiku
menjadi bayang
lesap
seperti para malaikat itu
SUNGAI

sentakkan, sebab sajakku sendat di mata pancingmu
kehidupan menungguku, kawan
ada gerombol ikanikan di pertemuan arus
riak rencana ke perairan dalam yang kelam riuh
planktonplankton.
aku di sini, kabarmu pada malamku
mata pancingmu tersangkut di perairan dalam itu
duhai, puisiku menjadi rakus pada umpan
berebut mencicip kehidupan kalah
di ujung mata pancing
tapi sentakkan, kehidupan masih menungguku
gerombol ikanikan di pertemuan arus
riak rencana baru. kemana mata pancingmu
takkan singgah

sentakkan, sebab sajakku sendat di mata pancingmu
kehidupan menungguku, kawan
ada gerombol ikanikan di pertemuan arus
riak rencana ke perairan dalam yang kelam riuh
planktonplankton.
aku di sini, kabarmu pada malamku
mata pancingmu tersangkut di perairan dalam itu
duhai, puisiku menjadi rakus pada umpan
berebut mencicip kehidupan kalah
di ujung mata pancing
tapi sentakkan, kehidupan masih menungguku
gerombol ikanikan di pertemuan arus
riak rencana baru. kemana mata pancingmu
takkan singgah
GUNUNG

kadang penat. menafsir mata
rangkuman sepersekian detik lalu
curam jalan. pohon kayu putih membiusi
kita masih mendaki di sekian puluh kilometer
mencecerkan peluh
jika kau ajak aku bincang sepanjang jalan
tentang cinta. maka berseberang kita menafsir
kau mulai mengeluh tentang penat
tapi kataku; itu hanya sepersekian penat
yang disodorkan cinta
cinta seperti curam jalan. seperti wangi kayu putih
menguras peluh dan memabukkan. sampai hilang
pertimbangan kemana jika tiba di persimpangan
kugamit lenganmu. bukan kuajari
kita bersisian saja mengukur jalan
membacakan tafsiran masingmasing
tentang cinta yang kau keluhkan, kali ini.

kadang penat. menafsir mata
rangkuman sepersekian detik lalu
curam jalan. pohon kayu putih membiusi
kita masih mendaki di sekian puluh kilometer
mencecerkan peluh
jika kau ajak aku bincang sepanjang jalan
tentang cinta. maka berseberang kita menafsir
kau mulai mengeluh tentang penat
tapi kataku; itu hanya sepersekian penat
yang disodorkan cinta
cinta seperti curam jalan. seperti wangi kayu putih
menguras peluh dan memabukkan. sampai hilang
pertimbangan kemana jika tiba di persimpangan
kugamit lenganmu. bukan kuajari
kita bersisian saja mengukur jalan
membacakan tafsiran masingmasing
tentang cinta yang kau keluhkan, kali ini.
PESISIR

sajak yang tak selesai
putus di garis usia
pertanda telah sampai pada ujung
pengembaraan atas karangkarang mati. malam hari
adalah kabar perahu kertas
sobekan buku harian. saat mencekik kepenatan
berlarilari dalam labirin
perahu kertas tanpa bobot
diperebutkan gelombang dan angin
kemana, tanyamu
; menunggu. sisasisa perahu kertas
kembali ke pesisir. seperti telah dimengerti
sajak yang tak selesai
akan menyelesaikan dirinya sendiri
BUMI

apa yang mungkin dan tak mungkin
kau gumpalkan menjadi bola salju
sejumput musim belahan dunia. satusatu
dalam sebuah bingkai
kau bawa padaku
katamu, bumi adalah tempat semua bertumbuh
saling mengisi. seperti kenangankenangan antara
pecahan yang sungguh lengkap

sajak yang tak selesai
putus di garis usia
pertanda telah sampai pada ujung
pengembaraan atas karangkarang mati. malam hari
adalah kabar perahu kertas
sobekan buku harian. saat mencekik kepenatan
berlarilari dalam labirin
perahu kertas tanpa bobot
diperebutkan gelombang dan angin
kemana, tanyamu
; menunggu. sisasisa perahu kertas
kembali ke pesisir. seperti telah dimengerti
sajak yang tak selesai
akan menyelesaikan dirinya sendiri
BUMI

apa yang mungkin dan tak mungkin
kau gumpalkan menjadi bola salju
sejumput musim belahan dunia. satusatu
dalam sebuah bingkai
kau bawa padaku
katamu, bumi adalah tempat semua bertumbuh
saling mengisi. seperti kenangankenangan antara
pecahan yang sungguh lengkap
Tidak ada komentar:
Posting Komentar