Selasa, 04 Maret 2008

Prasasti Project, Sambil Menunggu Gerhana

Hai, haloo... lama juga saya gak update blog, lumayan kangen juga. Lumayan kangen dengan warnet tempat saya part time dulu. Sekarang berubah lumayan banyak baik interior maupun kebijakannya :D. Sempat kaget juga dengan interior baru yang lebih 'berani'. Tidak berprasangka ah, katanya prasangka itu dosa..he..he... Mungkin mas dan mbak pengelolanya punya pertimbangan tertentu kenapa mengubah interior yang - menurut saya pribadi - lebih cocok interior yang dulu. Ups. Ada yang marah gak ya saya ngomong gini? Atas nama kebebasan berbicara, saya membela diri dulu ah sebelum kejadian. :D.

Cerita ah.

Saya memberi judul cerita ini; Prasasti Project. Bingung ya? He..he..he.. gak penting lah apa tuh Prasasti Project. Saya cuma pengen cerita ternyata bikin buletin itu susah. Gimana gak? Mulai dari pembagian kerja dengan kru yang terbatas, menyiapkan naskah, mengontak percetakan, ngurusin pasca cetak, and distribusi sampai ke tangan pembaca. Mungkin ada juga sih proses-proses yang lupa saya sebutkan sebab -terus terang saja- saya masih awam dengan hal beginian. Dan? Akhirnya saya dan beberapa teman bisa juga menerbitkan sebuah buletin -tentang apapun itu- yang penting buat kami adalah 'perhargaan' terhadap kerja keras. He..he..he.. Penghargaan yang dimaksud bukan semacam perhargaan finansial begitu (buletin ini kami bagikan gratis loh... sebanyak 500 eksemplar - iklan dikit - ), tetapi sebentuk perhargaan sederhana seperti; buat yang terjangkau oleh 500 eksemplar gratis kami, baca donk tulisan-tulisan sederhana di dalamnya. Jangan dijadikan bungkus kacang doang. Hikz... mentang-mentang gratis.

Sejauh mana? Pasti ada yang tanya gitu. Waktu saya membikin tulisan ini, Prasasti dengan konsep yang fix baru terbit 1 edisi. Tetapi Prasasti yang masih mencari bentuk sebelumnya telah sempat terbit 3 edisi, kemudian vakum sebentar sebab orang-orang di dalamnya lagi nyari konsep, dan juga ditelan dunia yang luar biasa sibuknya. Sebenarnya orangnya sih gak sibuk-sibuk amat, tapi imbas dunia yang sangat sibuk, jadi pura-puranya (biar wangun) ikutan sibuk juga lah.

Buat yang merasa muda Prasasti ada, tapi yang usianya terbilang gak muda juga sah-sah aja baca buletin ini sebab kami menyuguhkan sesuatu yang mudah dicerna, umpama makanan, formula bayi deh. Fenomena-fenomena biasa di sekitar kami coba angkat ke dalam suatu artikel bebas, berusaha peduli, berusaha tetap kritis, dengan bahasa muda yang tidak ribet, dan sebisa mungkin tidak mendikte. Ada ruang khusus untuk yang suka puisi. Ada juga ruang khusus untuk mereka yang ingin berbicara menanggapi fenomena-fenomena yang kami angkat dalam artikel utama. Baru 1 edisi dengan konsep seperti ini sih, untuk distribusi kami juga masih ndompleng orang tua kami ; Komunitas Lumbung Aksara yang menerbitkan buletin sastra Lontar dan sangat sukses coz pembacanya bertebaran di mana-mana.

Kru Prasasti semuanya pemula. Tapi punya semangat lumayan tinggi dan semoga saja tidak tergoyahkan (halah). Ow ya, Prasasti juga mungkin benar-benar hanya akan jadi prasasti tanpa dorongan teman-teman, senior-senior yang tergabung di Lumbung Aksara (LA). "Prasasti gak mau mati sekarang, sebelum berbuat apa-apa!" kata mas Cimenx nih, PU kami. Semangat kan? Jadi ketularan semangat juga lah. Yah, sekalian belajar lah, siapa tahu ke depannya besok benar-benar bisa jadi pemred media ternama di negeri ini. Hahahaha... setiap orang boleh bermimpi bukan, sebab mimpi yang benar-benar kita ingini, kita pikirkan setiap hari, suatu hari akan menjadi kenyataan. Percaya saja jika semesta akan memberikan apa yang kita sangat inginkan, tanpa kita perlu tahu bagaimana ia mengerjakannya untuk kita.(Hmm... njiplak The Secret ya mbak?). Eh, jadi inget ada yang pesan reviewnya The Secret belum sempat saya tuliskan, maaf yah, buat yang merasa pesan. Tak pinjamin bukunya aja ya?

Jadi, saya mau bilang, berteriak lantang, merasuk ke gendang telinga semua orang (halah, kalo yang ini njiplak Dewi Lestari), bahwa..."Horeee....Prasasti gak jadi mati sekarang!"

Baca ya, Prasasti edisi cetak buat yang terjangkau sama distribusi kami, gak maksa sih tapi jangan buat bungkus nasi donk (Landung PB, yang paling saya khawatirkan bakalan make Prasasti buat bungkus nasi bekal naik gunung!).

Udah ah.

Baca ya, sekali lagi. Gak puas? Gak suka? Kecewa? Benci? Cinta? Send us message, via blog boleh, via sms oke juga.

Satu paragraf terakhir, saya kecewa sekali malam ini. Teman saya gak bisa datang. Entah kenapa perjumpaan dengannya seperti menunggu gerhana. Langka. Padahal saya mau balikin uang yang saya pinjem tiga bulanan yang lalu, sekalian minta dia bawakan Digital Fortress yang saya beli di pameran buku awal Februari lalu. Belum sempat saya baca. Bye.

Tidak ada komentar: