
ERAGON
Christopher Paolini
Gramedia Pustaka Utama, 2004, 568 hal
Alih Bahasa: Sandra B Tanuwidjaya
Hari ini, saat iseng mencari dan mengumpulkan coretan-coretan tangan di tengah tumpukan buku-buku lama - saya suka menulis di kertas bekas seperti di balik kertas fotokopian atau print-out yang gak kepake -tiba-tiba tangan saya tergerak meraih Eragon, buku pertama. Saya jarang beli novel (karena daya beli terbatas.. hehehe..). Eragon yang saya punya ini pun hasil pemberian seorang sahabat, user warnet tempat saya part time, Shadow, sebut saja begitu (thanks ya Shadow!).
Hmm, saya lebih suka novel thriller sebenarnya, tapi Eragon lumayan deh buat bacaan saat senggang. Saya menyebut novel ini sebagai novel fantasi petualangan. Pengarangnya, Christopher Paolini memang sangat menyukai kisah-kisah fantasi dan fiksi ilmiah. Ia mulai menulis Eragon pada usia lima belas tahun. Novel ini sendiri berkisah tentang perjalanan Eragon, seorang anak petani miskin berusia lima belas tahun yang menemukan sebuah telur berwarna biru, saat ia berburu di hutan. Ternyata itu adalah telur naga.Dan tenyata lagi, Eragon memang ditakdirkan sebagai penunggang naga, sebagai salah seorang penerus klan penunggang naga yang punah karena ditumpas oleh raja kejam Galbatorix, yang berkuasa saat itu. Setelah telur itu menetas, ditemani seekor naga betina yang dinamai Saphira (mungkin karena warnanya biru ya..) dan Brom, si pendongeng tua yang juga saksi sejarah, Eragon belajar berbagai hal tentang sejarah dan naga. Ia juga belajar ilmu sihir dan ilmu pedang di bawah bimbingan Brom. Berbekal semua pengetahuan itu, Eragon bertekad membangun kembali klan penunggang naga, meski ia harus menghadapi berbagai makhluk aneh dan berada di antara kubu-kubu yang masing-masing memiliki kepentingan dengan para penunggang baru bahkan dengan telur-telur naga lain yang belum menetas.
Uuh, capek juga baca buku ini. Mungkin karena saya lebih suka novel thriller itu tadi, yang adegannya melompat-melompat dari satu kejadian ke kejadian lain dalam rentang waktu bersamaan (seperti scene film), Eragon buat saya jadi terasa membosankan. Penceritaannya lurus pada satu kejadian, detik demi detik hanya berpusat pada Eragon, hari ini Eragon nemu telur naga, besok Eragon ngapain...dst. Seperti menceritakan proses tumbuh sebatang pohon dari hari ke hari dan menghabiskan 500 halaman lebih. Kecuali pada beginningnya, yang bercerita bagaimana telur itu dikirim dengan sihir oleh seorang elf ke hutan pada saat genting, ketika terjadi perebutan, dan akhirnya ditemukan oleh Eragon. Sampai halaman akhir, tak satu bab pun yang beralih dari hari-hari Eragon untuk menceritakan kejadian-kejadian di tempat lain. Apalah gitu, saya sih berharap ada bab-bab yang menggambarkan kejadian di istana raja Galbatorix, misalnya, atau apa yang terjadi di tempat para elf setelah telur itu di kirim ke hutan lewat sihir, ya semacam itulah.
BTW, ini kan buku pertama. Perjalanan sang penunggang naga belum berakhir. Saya belum sempat baca buku selanjutnya (belum ada kesempatan minjam :P), tapi saya berharap buku selanjutnya lebih menarik dan tidak membosankan.
Oke deh, kalau belum baca dan suka kisah-kisah seperti ini dengan gaya penceritaan yang gak pake belok-belok, silakan baca Eragon. Kalau malas, nonton filmnya aja. Gampang kan?
Inside the book :
"Yang penting adalah bertindak. Nilai dirimu berhenti kalau kau menghentikan kemauan untuk berubah dan menjalani kehidupan. Tapi kau memiliki pilihan ; pilih salah satunya dan dedikasikan hidupmu untuk itu. Perbuatan-perbuatanmu akan memberimu harapan dan tujuan baru"
"Tapi apa yang bisa kulakukan?"
"Satu-satunya pemandu sejati hanyalah hatimu. Tak kurang dari keinginan hatimu yang tertinggilah yang bisa membantu dirimu."
Saphira membiarkan Eragon mempertimbangkan kata-katanya. (hal 113)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar